Kamis, 08 Maret 2012

KONTRAK DAN PENYELESAIANNYA


KONTRAK DAN PENYELESAIANNYA
Pengertian Kontrak

Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contracts. Sedangkan dalam bahasa.
Belanda,disebut dengan overeenkoinst (perjanjian). Pengertian kontrak atau perjanjian diatur Pasal 1313 KUH Perdata. Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi: "Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih."
Definisi perjanjian dalam Pasal 1313 ini adalah
1.                  tidak jelas, karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian,
2.                  tidak tampak asas konsensualisme, dan
3.                  bersifat dualisme.

Tidak jelasnya definisi ini disebabkan dalam rumusan tersebut hanya disebutkan perbuatan saja, Maka yang bukan perbuatan hukum pun disebut dengan perjanjian. Untuk memperjelas pengertian itu maka harus dicari dalam doktrin. Jadi, menurut doktrin (teori lama) yang disebut perjanjian adalah "perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum".
Definisi ini, telah tampak adanya asas konsensualisme dan timbulnya akibat hukum 
(tumbuh/lenyapnya hak dan kewajiban). Unsur‑unsur perjanjian, menurut teori lama adalah
sebagai berikut:
1.                  adanya perbuatan hukum,
2.                  persesuaian pernyataan kehendak dari beberapa orang,
3.                  persesuaian kehendak harus dipublikasikan/dinyatakan,
4.                  perbuatan hukum terjadi karena kerja sama antara dua orang atau lebih,
5.                  pernyataan kehendak (wilsverklaritig) yang sesuai harus saling bergantung satu sama lain,
6.                  kehendak ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum,
7.                  akibat hukum itu untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau timbal balik, dan
8.                  persesuaian kehendak harus dengan mengingat peraturan perundang-undangan.

Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian, adalah “ Suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum."
Teori baru tersebut tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus
dilihat perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya. Ada tiga tahap dalam membuat perjanjian, menurut teori baru, yaitu
1.                  tahap pracontractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan;
2.                  tahap contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak;
3.                  tahap post contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian.

Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal mengatakan contract is:
An agreement between two or more persons not merely a shared belief, but common understanding as to something that is to be done in the future by one or both of them (Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal, 1993: 2).
Artinya, kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih tidak hanya memberikan kepercayaan, tetapi secara bersama saling pengertian untuk melakukan sesuatu pada masa mendatang oleh seseorang atau keduanya dari mereka.
Pendapat ini tidak hanya mengkaji definisi kontrak, tetapi ia juga menentukan unsur-unsur yang harus dipenuhi supaya suatu transaksi dapat disebut kontrak. Ada tiga unsur kontrak, yaitu
1.                  The agreement fact between the parties (adanya kesepakatan tentang fakta antara kedua belah pihak)
2.                  The agreement as writen (persetujuan dibuat secara tertulis)
3.                  The set of rights and duties created by (1) and (2) (adanya orang yang berhak dan berkewajiban untuk membuat: (1) kesepakatan dan (2) persetujuan tertulis).

Di dalam Black's Law Dictionary, yang diartikan dengan contract adalah An agreement between two or more person which creates an obligation to do or not to do particular thing. Artinya, kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, di mana menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara sebagian. (Black's Law Dictionary, 1979: 291)
Inti definisi yang tercantum dalam Black's Law Dictionary bahwa kontrak dilihat sebagai
persetujuan dari para pihak untuk melaksanakan kewajiban, baik melakukan atau tidak melakukan secara sebagian.
Satu hal yang kurang dalam berbagai definisi kontrak yang dipaparkan di atas, yaitu bahwa para pihak dalam kontrak hanya semata-mata orang perorangan semata-mata. Tetapi dalam praktiknya, bukan hanya orang perorang yang membuat kontrak, termasuk juga badan hukum yang merupakan subjek hukum. Dengan demikian, definisi itu, perlu dilengkapi dan disempurnakan.
Menurut penulis, bahwa kontrak atau perjanjian merupakan:
"Hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang, harta kekayaan, di mana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya."
Unsur-unsur yang tercantum definisi yang terakhir ini adalah sebagai berikut.
1.                  Adanya hubungan hukum.
Hubungan hukum merupakan hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban.
2.                  Adanya subjek hukum.
Subjek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban.
3.                  Adanya prestasi, prestasi terdiri atas melakukan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.
4.                  Di bidang harta kekayaan

Syahnya Suatu Kontrak

Pasal 1320 KUHPerdata menentukan adanya 4 (empat) syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu:
1.      Adanya Kata Sepakat
Supaya kontrak menjadi sah maka para pihak harus sepakat terhadap segala hal yang terdapat di dalam perjanjian. Pada dasarnya kata sepakat adalah pertemuan atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam perjanjian. Seseorang dikatakan memberikan persetujuannya atau kesepakatannya jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai persyaratan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) anta pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Dan pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penawaran dan akseptasi merupakan unsur yang sangat penting untuk menentukan lahirnya perjanjian. Di samping itu, kata sepakat dapat diungkapkan dalam berbagai cara, yaitu:
a. Secara lisan
b. Tertulis
c. Dengan tanda
d. Dengan simbol
e. Dengan diam-diam

Berkaitan dengan kesepakatan dan lahirnya perjanjian, Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan beberapa teori mengenai lahirnya perjanjian tersebut, yaitu:
a.
 Teori kehendak of will (wilstheorie)
Menjelaskan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya
 dengan menuliskan surat.
b.
 Teori Pengiriman (verzentheorie)
Mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh
 pihak yang menerima tawaran.
c.
 Teori Pengetahuan (vernemingstheorie)
Mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya
 sudah diterima; dan
d.
 Teori Kepercayaan (vertrowenstheorie)
Mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak
 diterima oleh pihak yang menawarkan .
Suatu perjanjian dapat mengandung cacat kehendak atau kata sepakat dianggap tidak ada jika terjadi hal-hal yang disebut di bawah ini:
a.       Paksaan (dwang)
Setiap tindakan yang tidak adil atau ancaman yang menghalangi kebebasan kehendak para termasuk dalam tindakan pemaksaan. Di dalam hal ini, setiap perbuatan atau ancaman melanggar undang-undang jika perbuatan tersebut merupakan penyalahgunaan kewenangan salah satu pihak dengan membuat suatu ancaman, yaitu setiap ancaman yang bertujuan agar pada akhirnya pihak lain memberikan hak, kewenangan ataupun hak istimewanya. Paksaan dapat berupa kejahatan atau ancaman kejahatan, hukuman penjara atau ancaman hukuman penjara, penyitaan dan kepemilikan yang tidak sah, atau ancaman penyitaan atau kepemilikan suatu benda atau tanah yang dilakukan secara tidak sah, dan tindakan-tindakan lain yang melanggar undang-undang, seperti tekanan ekonomi, penderitaan fisik dan mental, membuat seseorang dalam keadaan takut, dan lain-lain.
Menurut Sudargo, paksaan (duress) adalah setiap tindakan intimidasi mental. Contohnya adalah ancaman kejahatan fisik dan hal ini dapat dibuat penuntutan terhadapnya. Akan tetapi jika ancaman kejahatan fisik tersebut merupakan suatu tindakan yang diperbolehkan oleh hukum maka dalam hal ini ancaman tersebut tidak diberi sanksi hukum, dan dinyatakan bahwa tidak ada paksaan sama sekali. Selain itu paksaan juga bisa dikarenakan oleh pemerasan atau keadaan di bawah pengaruh terhadap seseorang yang mempunyai kelainan mental.

b. Penipuan (Bedrog)
Penipuan (fraud) adalah tindakan tipu muslihat. Menurut Pasal 1328 KUHPerdata dengan tegas menyatakan bahwa penipuan merupakan alasan pembatalan perjanjian. Dalam hal ada penipuan, pihak yang ditipu, memang memberikan pernyataan yang sesuai dengan kehendaknya, tetapi kehendaknya itu, karena adanya daya tipu, sengaja diarahkan ke suatu yang bertentangan dengan kehendak yang sebenarnya, yang seandainya tidak ada penipuan, merupakan tindakan yang benar. Dalam hal penipuan gambaran yang keliru sengaja ditanamkan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Jadi, elemen penipuan tidak hanya pernyataan yang bohong, melainkan harus ada serangkaian kebohongan (samenweefsel van verdichtselen), serangkaian cerita yang tidak benar, dan setiap tindakan/sikap yang bersifat menipu.
Dengan kata lain, penipuan adalah tindakan yang bermaksud jahat yang dilakukan oleh satu pihak sebelum perjanjian itu dibuat. Perjanjian tersebut mempunyai maksud untuk menipu pihak lain dan membuat mereka menandatangani perjanjian itu. Pernyataan yang salah itu sendiri bukan merupakan penipuan, tetapi hal ini harus disertai dengan tindakan yang menipu. Tindakan penipuan tersebut harus dilakukan oleh atau atas nama pihak dalam kontrak, seseorang yang melakukan tindakan tersebut haruslah mempunyai maksud atau niat untuk menipu, dan tindakan itu harus merupakan tindakan yang mempunyai maksud jahat – contohnya, merubah nomor seri pada sebuah mesin (kelalaian untuk menginformasikan pelanggan atas adanya cacat tersembunyi pada suatu benda bukan merupakan penipuan karena hal ini tidak mempunyai maksud jahat dan hanya merupakan kelalaian belaka). Selain itu tindakan tersebut haruslah berjalan secara alami bahwa pihak yang ditipu tidak akan membuat perjanjian melainkan karena adanya unsur penipuan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penipuan terdiri dari 4 (empat) unsur yaitu: (1) merupakan tindakan yang bermaksud jahat, kecuali untuk kasus kelalaian dalam menginformasikan cacat tersembunyi pada suatu benda; (2) sebelum perjanjian tersebut dibuat; (3) dengan niat atau maksud agar pihak lain menandatangani perjanjian; (4) tindakan yang dilakukan semata-mata hanya dengan maksud jahat.
Kontrak yang mempunyai unsur penipuan di dalamnya tidak membuat kontrak tersebut batal demi hukum (null and void) melainkan kontrak tersebut hanya dapat dibatalkan (voidable). Hal ini berarti selama pihak yang dirugikan tidak menuntut ke pengadilan yang berwenang maka kontrak tersebut masih tetap sah.

c. Kesesatan atau Kekeliruan (Dwaling),
Dalam hal ini, salah satu pihak atau beberapa pihak memiliki persepsi yang salah terhadap objek atau subjek yang terdapat dalam perjanjian. Ada 2 (dua) macam kekeliruan, yang pertama yaitu error in persona, yaitu kekeliruan pada orangnya, contohnya, sebuah perjanjian yang dibuat dengan artis yang terkenal tetapi kemudian perjanjian tersebut dibuat dengan artis yang tidak terkenal hanya karena dia mempunyai nama yang sama. Yang kedua adalah error in substantia yaitu kekeliruan yang berkaitan dengan karakteristik suatu benda, contohnya seseorang yang membeli lukisan Basuki Abdullah tetapi kemudian setelah sampai di rumah orang itu baru sadar bahwa lukisan yang dibelinya tadi adalah lukisan tiruan dari lukisan Basuki Abdullah.
Di dalam kasus yang lain, agar suatu perjanjian dapat dibatalkan, tahu kurang lebih harus mengetahui bahwa rekannya telah membuat perjanjian atas dasar kekeliruan dalam hal mengidentifikasi subjek atau orangnya.

d. Penyalahgunaan Keadaan (misbruik van omstandigheiden)
Penyalahgunaan Keadaan (Undue influence) merupakan suatu konsep yang berasal dari nilai-nilai yang terdapat di pengadilan. Konsep ini sebagai landasan untuk mengatur transaksi yang berat sebelah yang telah ditentukan sebelumnya oleh pihak yang dominan kepada pihak yang lemah. Penyalahgunaan Keadaan ada ketika pihak yang melakukan suatu perbuatan atau membuat perjanjian dengan cara di bawah paksaan atau pengaruh terror yang ekstrim atau ancaman, atau paksaan penahanan jangka pendek. Ada pihak yang menyatakan bahwa Penyalahgunaan Keadaan adalah setiap pemaksaan yang tidak patut atau salah, akal bulus, atau bujukan dalam keadaan yang mendesak, di mana kehendak seseorang tersebut memiliki kewenangan yang berlebihan, dan pihak lain dipengaruhi untuk melakukan perbuatan yang tak ingin dilakukan, atau akan berbuat sesuatu jika setelahnya dia akan merasa bebas.
Secara umum ada dua macam penyalahgunaan keadaan yaitu: Pertama di mana seseorang menggunakan posisi psikologis dominannya yang digunakan secara tidak adil untuk menekan pihak yang lemah supaya mereka menyetujui sebuah perjanjian di mana sebenarnya mereka tidak ingin menyetujuinya. Kedua, di mana seseorang menggunakan wewenang kedudukan dan kepercayaannya yang digunakan secara tidak adil untuk membujuk pihak lain untuk melakukan suatu transaksi.
Menurut doktrin dan yurisprudensi, ternyata perjanjian-perjanjian yang mengandung cacat seperti itu tetap mengikat para pihak, hanya saja, pihak yang merasakan telah memberikan pernyataan yang mengandung cacat tersebut dapat memintakan pembatalan perjanjian. Sehubungan dengan ini, 1321 KUHPerdata menyatakan bahwa jika di dalam suatu perjanjian terdapat kekhilafan, paksaan atau penipuan, maka berarti di dalam perjanjian itu terdapat cacat pada kesepakatan antar para pihak dan karenanya perjanjian itu dapat dibatalkan.
Persyaratan adanya kata sepakat dalam perjanjian tersebut di dalam sistem hukum Common Law dikenal dengan istilah agreement atau assent. Section 23 American Restatement (second) menyatakan bahwa hal yang penting dalam suatu transaksi adalah bahwa masing-masing pihak menyatakan persetujuannya sesuai dengan pernyataan pihak lawannya.

2. Kecakapan untuk Membuat perikatan
Pasal 1329 KUHPerdata menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian, kecuali apabila menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap. Kemudian Pasal 1330 menyatakan bahwa ada beberapa orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, yakni:
a. Orang yang belum dewasa (persons under 21 years of age)
b.
 Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele or conservatorship); dan
c.
 Perempuan yang sudah menikah
Berdasarkan pasal 330 KUHPerdata, seseorang dianggap dewasa jika dia telah berusia 21 tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi telah menikah. Kemudian berdasarkan pasal 47 dan Pasal 50 Undang-Undang No 1/1974 menyatakan bahwa kedewasaan seseorang ditentukan bahwa anak berada di bawah kekuasaan orang tua atau wali sampai dia berusia 18 tahun.
Berkaitan dengan perempuan yang telah menikah, pasal 31 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 menentukan bahwa masing-masing pihak (suami atau isteri) berhak melakukan perbuatan hukum

3. Suatu Hal Tertentu
Syarat sahnya perjanjian yang ketiga adalah adanya suatu hal tertentu (een bepaald onderwerp), suatu hal tertentu adalah hal bisa ditentukan jenisnya (determinable). Pasal 1333 KUHPerdata menentukan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai pokok suatu benda (zaak)yang paling sedikit dapat ditentukan jenisnya. Suatu perjanjian harus memiliki objek tertentu dan suatu perjanjian haruslah mengenai suatu hal tertentu (certainty of terms), berarti bahwa apa yang diperjanjikan, yakni hak dan kewajiban kedua belah pihak. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit dapat ditentukan jenisnya (determinable).
Istilah barang yang dimaksud di sini yang dalam bahasa Belanda disebut sebagai zaak. Zaak dalam bahasa Belanda tidak hanya berarti barang dalam arti sempit, tetapi juga berarti yang lebih luas lagi, yakni pokok persoalan. Oleh karena itu, objek perjanjian itu tidak hanya berupa benda,tetapi juga bisa berupa jasa.
Secara umum, suatu hal tertentu dalam kontrak dapat berupa hak, jasa, benda atau sesuatu, baik yang sudah ada ataupun belum ada, asalkan dapat ditentukan jenisnya (determinable). Perjanjian untuk menjual sebuah lukisan yang belum dilukis adalah sah. Akan tetapi, suatu kontrak dapat menjadi batal ketika batas waktu suatu kontrak telah habis dan kontrak tersebut belum terpenuhi.
J. Satrio menyimpulkan bahwa apa yang dimaksud dengan suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah objek prestasi (performance). Isi prestasi tersebut harus tertentu atau paling sedikit dapat ditentukan jenisnya (determinable).
KUHPerdata menentukan bahwa barang yang dimaksud tidak harus disebutkan, asalkan nanti dapat dihitung atau ditentukan. Sebagai contohnya perjanjian untuk ‘panen tembakau dari suatu ladang dalam tahun berikutnya’ adalah sah.
American Restatement Contract (second) section 33 menyatakan bahwa pokok perjanjian (term) menyatakan bahwa walaupun suatu pernyataan dimaksudkan untuk dianggap sebagai penawaran, hal ini belum dapat diterima langsung menjadi perjanjian, bila pokok perjanjian itu tidak tentu.
Black Law Dictionary mendefinisikan term sebagai persyartan, kewajiban, hak, harga, dan lain-lain yang ditetapkan dalam perjanjian dan dokumen. American Restatement Contract (second) Section 33 Sub 2 menjelaskan bahwa bila pokok perjanjian itu mencakup dasar untuk menyatakan adanya wan prestasi dan untuk memberikan ganti rugi yang layak.

4. Kuasa Hukum yang Halal
Syarat sahnya perjanjian yang keempat adalah adanya kuasa hukum yang halal. Jika objek dalam perjanjian itu illegal, atau bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum, maka perjanjian tersebut menjadi batal. Sebagai contohnya, perjanjian untuk membunuh seseorang mempunyai objek tujuan yang illegal, maka kontrak ini tidak sah.
Menurut Pasal 1335 Jo 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu kuasa dinyatakan terlarang jika bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Suatu kuasa dinyatakan bertentangan dengan undang-undang, jika kuasa di dalam perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Untuk menentukan apakah suatu kuasa perjanjian bertentangan dengan kesusilaan (geode zeden) bukanlah hal yang mudah, karena istilah kesusilaan tersebut sangat abstrak, yang isinya bisa berbeda-beda antara daerah yang satu dan daerah yang lainnya atau antara kelompok masyarakat yang satu dan lainnya. Selain itu penilaian orang terhadap kesusilaan dapat pula berubah-ubah sesuai dengan perkembangan
 jaman.
Kuasa hukum dalam perjanjian yang terlarang jika bertentangan dengan ketertiban umum. J. Satrio memaknai ketertiban umum sebagai hal-hal yang berkaitan dengan masalah kepentingan umum, keamanan negara, keresahan dalam masyarakat dan juga keresahan dalam masalah ketatanegaraan. Di dalam konteks Hukum Perdata internasional (HPI), ketertiban umum dapat dimaknai sebagai sendi-sendi atau asas-asas hukum suatu negara.
Kuasa hukum yang halal di dalam sistem Common Law dikenal dengan istilah legality yang dikaitkan dengan public policy. Suatu kontrak dapat menjadi tidak (illegal) jika bertentangan dengan public policy. Walaupun, sampai sekarang belum ada definisi public policy yang diterima secara luas, pengadilan memutuskan bahwa suatu kontrak bertentangan dengan public policy jika berdampak negatif pada masyarakat atau mengganggu keamanan dan kesejahteraan masyarakat (public’s safety and welfare)
Syarat sahnya kontrak di atas berkenaan baik mengenai subjek maupun objek perjanjian. Persyaratan yang pertama dan kedua berkenaan dengan subjek perjanjian dan pembatalan untuk kedua syarat tersebut adalah dapat dibatalkan (voidable). Sedangkan persyaratan ketiga dan keempat berkenaan dengan objek perjanjian dan pembatalan untuk kedua syarat tersebut di atas adalah batal demi hukum (null and void).
Dapat dibatalkan (voidable) berarti bahwa selama perjanjian tersebut belum diajukan pembatalannya ke pengadilan yang berwenang maka perjanjian tersebut masih tetap sah, sedangkan batal demi hukum (null and void) berarti bahwa perjanjian sejak pertama kali dibuat telah tidak sah.

Kebebasan Berkontrak dan Masalahnya

Asas Kebebasan Berkontrak ;
Yang dimaksud dengan kebebasan berkontrak adalah adanya kebebasan seluas-luasnya yang oleh Undangundang diberikan pada masyarakat untuk mengadakan perjanjian tentang apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan ketertiban umum. (Pasal 1338 Jo 1337 KUH Perdata). asas kebebasan berkontrak mengandung makna adanya 4 (empat) macam kebebasan yaitu 56 :
1.                  Kebebasan bagi para pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian ; Kebebasan ini mengandung pengertian bahwa kita bebas untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, tidak ada paksaan bagi kita untuk membuat atau tidak membuat perjanjian. Dikatakan tidak ada paksaan, apabila pihak yang membuat perjanjian tidak berada di bawah ancaman, baik dengan kekerasan jasmani maupun upaya yang bersifat menakut-nakuti, misalnya akan membuka rahasia atau merusak hartanya, sehingga dengan demikian yang bersangkutan terpaksa menyetujui perjanjian tersebut (Pasal 1324 KUH Perdata)
2.                  Kebebasan untuk menentukan dengan siap para pihak akan mengadakan perjanjian ; KUH Perdata maupun ketentuan perundang-undangan lainya tidak melarang bagi seseorang untuk membuat perjanjian dengan pihak manapun juga yang di kehendakinya. Undang-undang (KUH Perdata) hanya menetukan bahwa orang-orang tertentu tidak cakap 56 Ibid. Puwahid Patrik. Hal-67. untuk membuat perjanjian sebagaimana di atur dalam Pasal 1330 KUH Perdata. Oleh karena itu, kita bebas untuk menentukan dengan siapa kita akan mengadakan perjanjian.
3.                  Kebebasan bagi para pihak untuk menentukan perjanjian dengan bentuk tertentu atau tidak ;Pada umumnya perjanjian terikat pada suatu bentuk tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari, perjanjian di buat dengan dua (2) bentuk, yaitu ; Perjanjian secara tertulis dan perjanjian secara lesan. Kedua bentuk tersebut sama kekuatanya dalam arti bahwa bentuk perjanjian tersebut sama kedudukanya untuk dapat di laksanakan oleh para pihak. Namun, secara yuridis untuk perjanjian tertulis dapat dengan mudah di jadikan sebagai alat bukti apabila sampai terjadi persengketaan. Sedangkan perjanjian secara lesan akan lebih sulit pembuktianya apabila terjadi persengketaan karena di samping harus dapat menunjukan saksi-saksi, juga harus dibuktikan dengan adanya itikad baik dari pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian. Apabila salah satu pihak mempunyai itikad tidak baik (misalnya mengingkari kesepakatan), Mariam Darus Badrulzaman, “Kompilasi Hukum Perikatan”, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. 2001. Hal-65. maka hal ini akan menyulitkan pihak lain dalam membuktikan keabsahan perjanjian yang di maksud.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, untuk beberapa perjanjian tertentu Undang-undang menentukan adanya suatu bentuk tertentu (tertulis). Apabila bentuk tertentu itu tidak di ikuti, maka perjanjian menjadi tidak sah. Dengan demikian, perjanjian secara tertulis tidaklah hanya semata-mata merupakan alat pembuktian saja, tetapi merupakan syarat untuk adanya (bestaanwaarde). Mengenai perjanjian tersebut Mariam Darus Badrulzaman mencontohkan pada perjanjian untuk mendirikan Perseroan Terbatas yang harus dengan akta Notaris (Pasal 38 Kitab Undang-undang Hukum Dagang).
4.                  Kebebasan bagi para pihak untuk menentukan isi, berlaku dan syarat-syarat perjanjian; Secara yuridis, eksistensi perjanjian baku masih dipertanyakan karena masih ada yang setuju dengan adanya perjanjian tersebut, tetapi juga ada sarjana yang menolak perjanjian jenis tersebut. Menurut Stein dalam Hasanudin Rahman, bahwa dasar berlakunya perjanjian baku (standar) ini adalah berdasarkan fiksi, adanya Ibid. hal-57 kemauan dan kepercayaan (fictie van will en vertrouwen) yang membangkitkan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu. Jika dia menerima perjanjian itu, berarti dia secara sukarela setuju pada isi perjanjian itu.

STRUKTUR DAN ANATOMI KONTRAK

Salah satu unsur yang paling penting dalam merancang kontrak, yaitu si perancang harus memperhatikan struktur dan anatomi kontrak yang dibuat atau yang akan dirancang. Struktur kontrak adalah susunan dari kontrak yang akan dibuat atau dirancang. Adapub anatomi kontrak berkaitan dengan letak dan hubungan antara bagian-bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.
Para ahli berbeda pandangan tentang hal-hal apa saja yang menjadi struktur dan anatomi kontrak. Charles R. Calleros mengemukakan struktur dan anatomi kontrak, yaitu:
1.                  an introduction identifying the parties to the transaction (identifikasi para pihak yang mengadakan transaksi)
2.                  a section describing the rights and obligations of the parties (deskripsi tentang hak dan kewajiban para pihak
3.                  signature lines showing the parties’ agreement to the terms of contract (tanda tangan para pihak yang mengadakan kontrak)
4.                  statement of recital, which describes the background of the transaction and the parties’ reason for entering into the contract (recital), yaitu latar belakang dibuatnya kontrak
5.                  glossary of defined terms, yaitu definisi atau pengertian
6.                  section of miscellaneous provisions addressing such topics as termination of the contract on the other transaction, yaitu syarat-syarat penghentian/berakhirnya kontrak pada transaksi lainnya. (Charles R. Callerous. Tt: 440)

Scott J. Burnham, mengemukakan bahwa setiap kontrak dibangun dengan kerangka sebagai berikut:
1.                  decription of instrument (bagian pembuka)
2.                  caption (identitas para pihak)
3.                  transition (transisi/peralihan)
4.                  recital (latar belakang)
5.                  definition ( definisi)
6.                  operative language (klausul transaksi)
7.                  closing (penutup). (Scott J. Burnham, tt: 175)

Ray wijaya mengemukakan bahwa ada tujuh anatomi kontrak/akta, yaitu:
1.                  judul (heading)
2.                  pembukaan
3.                  komparisi
4.                  premis (recital)
5.                  isi perjanjian
6.                  penutup (clocure/closing)
7.                  tanda tangan (attestation)

Sutarno juga mengemukakan struktur dan anatomi kontrak, khususnya perjanjian kredit, yaitu:
1.                  judul
2.                  kepala
3.                  komparisi
4.                  konsiderans atau pertimbangan
5.                  definisi
6.                  isi pokok (substansi perjanjian
7.                  bagian penutup

Hikmahanto Juwana mengemukakan bahwa ada tiga bagian utama dari kontrak, khususnya kontrak bisnis, yaitu (1) bagian pendahuluan, (2) isi, (3) penutup.
Bagian pendahuluan dibagi menjadi tiga subbagian, sebagai berikut:
1.                  subbagian pembuka (description of the instrument). Subbagian ini memuat tiga hal berikut, yaitu:
a.       sebutan atau nama kontrak dan penyebutan selanjutnya (penyingkatan) yang dilakukan
b.                  tanggal dari kontrak yang dibuat dan ditandatangani
c.                   tempat dibuat dan ditandatanginya kontrak
2.                  subbagian pencantuman identitas para pihak. Dalam subbagian ini dicantumkan identitas para pihak yang mengikatkan diri dalam kontrak dan siapa-siapa yang menandatangani kontrak tersebut. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan tentang identitas para pihak, yaitu:
a.                   para pihak harus disebutkan secara jelas
b.                  orang yang menandatangani harus disebutkan kapasitasnya sebagai apa
c.                   pendefinisian pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak
3.                  subbagian penjelasan. Pada subbagian ini diberikan alasan/penjelasan mengapa para pihak mengadakan kontrak (sering disebut bagian premis, witnesseth, whereby, recital, menerangkan lebih dahulu, dan lain-lain).

Ada empat hal yang tercantum dalam bagian isi, sebagai berikut:
1.                  klausul definisi (definition)
Dalam klausul ini biasanya mencantumkan berbagai definisi untuk keperluan kontrak. Definisi ini hanya berlaku pada kontrak tersebut dan dapat mempunyai arti khusus dari pengertian umum. Klausul definisi pentig dalam rangka mengefisienkan klausul-klausul selanjutnya karena tidak perlu diadakan pengulangan.
2.      klausul transaksi (operative language)
Adalah klausul-klausul yang berisi tentang transaksi yang akan dilakukan. Misalnya, dalam jual beli aset, harus diatur tentang objek yang akan dibeli dan pembayarannya. Demikian pula dengan suatu kontrak patungan, perlu diatur tentang kesepakatan para pihak dalam kontrak tersebut.
3.      klausul spesifik
Mengatur hal-hal yang spesifik dalam suatu transaksi. Artinya klausul tersebut tidak terdapat dalam kontrak dengan transaksi yang berbeda.
4.      klausul ketentuan umum
adalah klausul yang sering kali dijumpai dalam berbagai kontrak dagang maupun kontrak lainnya. Klausula ini antara lain mengatur tentang domisili hukum, penyelesaian sengketa, pilihan hukum, pemberitahuan, keseluruhan dari perjanjian, dan lain-lain.

Ada dua hal yang tercantum pada bagian penutup, yaitu:
1.      subbagian kata penutup (closing). Kata penutup biasanya menerangkan bahwa perjanjian tersebut dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang memiliki kapasitas untuk itu atau para pihak menyatakan ulang bahwa mereka akan terikat dengan isi kontrak.
2.      subbagian ruang penempatan tanda tangan adalah tempat pihak-pihak menandatangani perjanjian atau kontrak dengan menyebutkan nama pihak yang terlibat dalam kontrak, nama jelas orang yang menandatangani dan jabatan dari orang yang menandatangani.

Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai kontrak yang berdimensi nasional, maka kita dapat memilah struktur kontrak menjadi 12 (dua belas) hal pokok. Kedua belas hal itu meliputi:
1.                  judul kontrak
2.                  pembukaan kontrak
3.                  komparisi
4.                  resital (konsiderans atau pertimbangan)
5.                  definisi
6.                  pengaturan hak dan kewajiban (substansi kontrak)
7.                  domisili
8.                  keadaan memaksa (force majeure)
9.                  kelalaian dan pengakhiran kontrak
10.               pola penyelesaian kontrak
11.              pola penyelesaian sengketa
12.              penutup
13.              tanda tangan

Penyelesaian Sengketa Dalam Kontrak

Pada umumnya setiap kontrak (perjanjian) yang dibuat para pihak harus dapat dilaksanakan dengan sukarela atau itikat baik, namun dalam prakteknya kontrak yang telah dibuat seringkali dilanggar.Adapun pola penyelesaian sengketa dapat dibagi menjadi dua macamyaitu : Melalui pengadilan dan alternatif penyelesaian sengketa.Penyelesaian sengketa melalui pengadilan adalah suatu pola penyelesiaan sengketa yang terjadi antara para pihak yang diselesaikanoleh pengadilan, putusannya bersifat mengikat.Sedangkan penyelesian sengketa melalui alternatif penyelesaiansengketa adalah lembaga penyelesian sengketa atau beda pendapatmelalui prosedur yang disepakati para pihak. Berdasarkan undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternative pilihan penyelesaian sengketa, disebutkan dalam pasal 1 ayat (10) cara penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa dibagimenjadi lima cara yaitu : a. konsultasi, b. negosiasi, c. mediasi,d. konsiliasi, e. pemberian pendapat hukum.
Pada umumnya penyelesaian sengketa diatur secara tegas dalamkontrak, para pihak dapat memilih melalui pengadilan atau di luar  pengadilan

BANI  dan Konvensi Internasional

            BANI merupakan singkatan kata dari Badan Arbitrase Nasional Indonesia. Pada mulanya BANI didirikan atas prakarsa dari para pengusaha (KADIN), yang bertujuan untuk memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa perdata mengenai soal perdagangan, industri dan keuangan, baik yang bersifat nasional maupun internasional.  Selain berwenang untuk menyelesaikan sengketa-sengketa perdata, BANI juga berwenang untuk memberikan suatu pendapat yang mengikat (binding opinion) tanpa adanya suatu sengketa, kalau diminta oleh para pihak dalam perjanjian. Putusan BANI merupakan suatu keputusan yang mengikat yang wajib ditaati oleh para pihak.
Mengenai hal klausula arbitrase, umumnya BANI menyarankan kepada para pihak yang ingin menggunakan arbitrase BANI agar mencantumkan dalam perjanjian mereka klausula standar sebagai berikut: semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini akan diselesaikan dalam tingkat pertama dan terakhir menurut peraturan prosedur BANI oleh arbiter yang ditunjuk menurut peraturan tersebut.
Jika dalam klausa perjanjian yang telah dibuat ditentukan oleh atau diselesaikan oleh arbitrase menurut peraturan BANI, maka aturannya adalah sebagai berikut:
1.                  Pendaftaran ke BANI
Dengan membuat surat permohonan yang berisi nama lengkap, tempat tinggal kedua pihak, uraian singkat tentang duduknya perkara, apa yang dituntut.
2.                  Pemeriksaan sengketa menurut ketentuan BANI
Ketua BANI menyampaikan salinan surat permohonan kepada si termohon, disertai perintah untuk menanggapi permohonan tersebut dan memberikan jawaban secara tertulis dalam waktu 30 hari.
3.                  Penyerahan jawaban termohon kepada pemohon dan memerintahkan kedua belah pihak menghadap di sidang arbitrase.
4.                  Bila kedua belah pihak datang, majelis mengusahakan perdamaian.

Putusan Arbitrase Asing

            Yang dimaksud dengan putusan arbitrase adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu badan arbitrase ataupun arbiter perorangan di luar wilayah Republik hukum Indonesia, ataupun arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase asing, yang berkekuatan hukum tetap sesuai dengan Keppres No. 34 thn 1981 lembaran Negara Tahun 1981 No. 40 tanggal 5 Agustus 1981 (pasal 2 Perma 1 tahun 1990).
            Lebih ditegaskan lagi bahwa putusan arbitrase asing dapat dilaksanakan di Indonesia, bila memenuhi syarat seperti disebutkan dalam pasal 3 Perma 1 tahun 1990, yaitu sebagai berikut :
1.                  Putusan dijatuhkan oleh suatu badan arbitrase ataupun arbiter perorangan di suatu negara yang dengan negara Indonesia ataupun bersama-sama dengan negara Indonesia terikat dalam suatu konvensi internasional perihal pengakuan serta pelaksanaan putusan arbitrase asing.
2.                  Putusan tersebut terbatas pada ketentuan hukum Indonesia yang termasuk dalam ruang lingkup hukum dagang.
3.                  Putusan tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban umum
Putusan tersebut dapat dilaksanakan setelah memperoleh exequatur dari Mahkamah Agung.


Daftar Pustaka
http :// www.nakertrans.go.id/berita
Hasanuddin Rachman, “Mengkaji Undang – Undang No. 13 tahun
2003 dalam pelaksanan outsourcing guna menciptakan kemitraan
yang saling mendukung”, Prees Release, APINDO.
http://nisa8804.wordpress.com/2009/06/23/penyusunan-struktur-dan-anatomi-kontrak/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar