KONTRAK
DAN PENYELESAIANNYA
Pengertian Kontrak
Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contracts. Sedangkan dalam bahasa.
Belanda,disebut dengan
overeenkoinst (perjanjian). Pengertian kontrak atau perjanjian diatur Pasal
1313 KUH Perdata. Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi: "Perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih."
Definisi
perjanjian dalam Pasal 1313 ini adalah
1.
tidak jelas, karena setiap perbuatan
dapat disebut perjanjian,
2.
tidak tampak asas konsensualisme,
dan
3.
bersifat dualisme.
Tidak
jelasnya definisi ini disebabkan dalam rumusan tersebut hanya disebutkan
perbuatan saja, Maka yang bukan perbuatan hukum pun disebut dengan perjanjian.
Untuk memperjelas pengertian itu maka harus dicari dalam doktrin. Jadi, menurut
doktrin (teori lama) yang disebut perjanjian adalah "perbuatan
hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum".
Definisi ini, telah tampak adanya asas konsensualisme dan timbulnya akibat hukum
(tumbuh/lenyapnya hak dan kewajiban). Unsur‑unsur perjanjian, menurut teori lama adalah
sebagai
berikut:
1.
adanya perbuatan hukum,
2.
persesuaian pernyataan kehendak dari
beberapa orang,
3.
persesuaian kehendak harus
dipublikasikan/dinyatakan,
4.
perbuatan hukum terjadi karena kerja
sama antara dua orang atau lebih,
5.
pernyataan kehendak (wilsverklaritig)
yang sesuai harus saling bergantung satu sama lain,
6.
kehendak ditujukan untuk menimbulkan
akibat hukum,
7.
akibat hukum itu untuk kepentingan
yang satu atas beban yang lain atau timbal balik, dan
8.
persesuaian kehendak harus dengan
mengingat peraturan perundang-undangan.
Menurut
teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan dengan
perjanjian, adalah “ Suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan
akibat hukum."
Teori baru tersebut tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus
dilihat perbuatan
sebelumnya atau yang mendahuluinya. Ada tiga tahap dalam membuat perjanjian,
menurut teori baru, yaitu
1.
tahap pracontractual, yaitu
adanya penawaran dan penerimaan;
2.
tahap contractual, yaitu
adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak;
3.
tahap post contractual, yaitu
pelaksanaan perjanjian.
Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal mengatakan contract is:
An agreement
between two or more persons not merely a shared belief, but common
understanding as to something that is to be done in the future by one or both
of them (Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal, 1993: 2).
Artinya,
kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih tidak hanya
memberikan kepercayaan, tetapi secara bersama saling pengertian untuk melakukan
sesuatu pada masa mendatang oleh seseorang atau keduanya dari mereka.
Pendapat ini
tidak hanya mengkaji definisi kontrak, tetapi ia juga menentukan unsur-unsur
yang harus dipenuhi supaya suatu transaksi dapat disebut kontrak. Ada tiga
unsur kontrak, yaitu
1.
The agreement fact between the
parties (adanya kesepakatan tentang fakta antara kedua belah
pihak)
2.
The agreement as writen (persetujuan
dibuat secara tertulis)
3.
The set of rights and duties created
by (1) and (2) (adanya orang yang berhak dan berkewajiban untuk
membuat: (1) kesepakatan dan (2) persetujuan tertulis).
Di dalam
Black's Law Dictionary, yang diartikan dengan contract adalah An agreement
between two or more person which creates an obligation to do or not to do
particular thing. Artinya, kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang
atau lebih, di mana menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu secara sebagian. (Black's Law Dictionary, 1979: 291)
Inti
definisi yang tercantum dalam Black's Law Dictionary bahwa kontrak dilihat
sebagai
persetujuan
dari para pihak untuk melaksanakan kewajiban, baik melakukan atau tidak
melakukan secara sebagian.
Satu hal
yang kurang dalam berbagai definisi kontrak yang dipaparkan di atas, yaitu
bahwa para pihak dalam kontrak hanya semata-mata orang perorangan semata-mata.
Tetapi dalam praktiknya, bukan hanya orang perorang yang membuat kontrak,
termasuk juga badan hukum yang merupakan subjek hukum. Dengan demikian,
definisi itu, perlu dilengkapi dan disempurnakan.
Menurut penulis, bahwa kontrak atau perjanjian merupakan:
"Hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang, harta kekayaan, di mana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya."
"Hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang, harta kekayaan, di mana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya."
Unsur-unsur
yang tercantum definisi yang terakhir ini adalah sebagai berikut.
1.
Adanya hubungan hukum.
Hubungan hukum merupakan hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban.
Hubungan hukum merupakan hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban.
2.
Adanya subjek hukum.
Subjek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban.
Subjek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban.
3.
Adanya prestasi, prestasi
terdiri atas melakukan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.
4.
Di bidang harta kekayaan
Syahnya
Suatu Kontrak
Pasal 1320 KUHPerdata menentukan adanya 4 (empat) syarat sahnya suatu
perjanjian, yaitu:
1.
Adanya Kata Sepakat
Supaya kontrak menjadi sah maka para pihak harus sepakat terhadap
segala hal yang terdapat di dalam perjanjian. Pada dasarnya kata sepakat adalah
pertemuan atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam perjanjian.
Seseorang dikatakan memberikan persetujuannya atau kesepakatannya jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai
persyaratan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) anta
pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Dan
pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penawaran dan akseptasi merupakan unsur
yang sangat penting untuk menentukan lahirnya perjanjian. Di samping itu, kata
sepakat dapat diungkapkan dalam berbagai cara, yaitu:
a. Secara lisan
c. Dengan tanda
d. Dengan simbol
e. Dengan diam-diam
Berkaitan
dengan kesepakatan dan lahirnya perjanjian, Mariam Darus Badrulzaman
mengemukakan beberapa teori mengenai lahirnya perjanjian tersebut, yaitu:
a. Teori kehendak of will (wilstheorie)
Menjelaskan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menuliskan surat.
b. Teori Pengiriman (verzentheorie)
Mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.
c. Teori Pengetahuan (vernemingstheorie)
Mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya sudah diterima; dan
d. Teori Kepercayaan (vertrowenstheorie)
Mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan .
a. Teori kehendak of will (wilstheorie)
Menjelaskan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menuliskan surat.
b. Teori Pengiriman (verzentheorie)
Mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.
c. Teori Pengetahuan (vernemingstheorie)
Mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya sudah diterima; dan
d. Teori Kepercayaan (vertrowenstheorie)
Mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan .
Suatu perjanjian dapat mengandung cacat kehendak atau kata sepakat dianggap
tidak ada jika terjadi hal-hal yang disebut di bawah ini:
a.
Paksaan (dwang)
Setiap tindakan yang tidak adil atau ancaman yang menghalangi kebebasan
kehendak para termasuk dalam tindakan pemaksaan. Di dalam hal ini, setiap
perbuatan atau ancaman melanggar undang-undang jika perbuatan tersebut
merupakan penyalahgunaan kewenangan salah satu pihak dengan membuat suatu
ancaman, yaitu setiap ancaman yang bertujuan agar pada akhirnya pihak lain
memberikan hak, kewenangan ataupun hak istimewanya. Paksaan dapat berupa
kejahatan atau ancaman kejahatan, hukuman penjara atau ancaman hukuman penjara,
penyitaan dan kepemilikan yang tidak sah, atau ancaman penyitaan atau
kepemilikan suatu benda atau tanah yang dilakukan secara tidak sah, dan
tindakan-tindakan lain yang melanggar undang-undang, seperti tekanan ekonomi,
penderitaan fisik dan mental, membuat seseorang dalam keadaan takut, dan lain-lain.
Menurut Sudargo, paksaan (duress) adalah setiap tindakan intimidasi
mental. Contohnya adalah ancaman kejahatan fisik dan hal ini dapat dibuat
penuntutan terhadapnya. Akan tetapi jika ancaman kejahatan fisik tersebut
merupakan suatu tindakan yang diperbolehkan oleh hukum maka dalam hal ini
ancaman tersebut tidak diberi sanksi hukum, dan dinyatakan bahwa tidak ada
paksaan sama sekali. Selain itu paksaan juga bisa dikarenakan oleh pemerasan
atau keadaan di bawah pengaruh terhadap seseorang yang mempunyai kelainan
mental.
b. Penipuan (Bedrog)
Penipuan (fraud) adalah tindakan tipu muslihat. Menurut Pasal 1328
KUHPerdata dengan tegas menyatakan bahwa penipuan merupakan alasan pembatalan
perjanjian. Dalam hal ada penipuan, pihak yang ditipu, memang memberikan
pernyataan yang sesuai dengan kehendaknya, tetapi kehendaknya itu, karena
adanya daya tipu, sengaja diarahkan ke suatu yang bertentangan dengan kehendak
yang sebenarnya, yang seandainya tidak ada penipuan, merupakan tindakan yang
benar. Dalam hal penipuan gambaran yang keliru sengaja ditanamkan oleh pihak yang
satu kepada pihak yang lain. Jadi, elemen penipuan tidak hanya pernyataan yang
bohong, melainkan harus ada serangkaian kebohongan (samenweefsel van
verdichtselen), serangkaian cerita yang tidak benar, dan setiap tindakan/sikap yang bersifat menipu.
Dengan kata lain, penipuan adalah tindakan yang bermaksud jahat yang
dilakukan oleh satu pihak sebelum perjanjian itu dibuat. Perjanjian tersebut
mempunyai maksud untuk menipu pihak lain dan membuat mereka menandatangani
perjanjian itu. Pernyataan yang salah itu sendiri bukan merupakan penipuan,
tetapi hal ini harus disertai dengan tindakan yang menipu. Tindakan penipuan
tersebut harus dilakukan oleh atau atas nama pihak dalam kontrak, seseorang
yang melakukan tindakan tersebut haruslah mempunyai maksud atau niat untuk
menipu, dan tindakan itu harus merupakan tindakan yang mempunyai maksud jahat –
contohnya, merubah nomor seri pada sebuah mesin (kelalaian untuk
menginformasikan pelanggan atas adanya cacat tersembunyi pada suatu benda bukan
merupakan penipuan karena hal ini tidak mempunyai maksud jahat dan hanya
merupakan kelalaian belaka). Selain itu tindakan tersebut haruslah berjalan
secara alami bahwa pihak yang ditipu tidak akan membuat perjanjian melainkan
karena adanya unsur penipuan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penipuan terdiri dari 4
(empat) unsur yaitu: (1) merupakan tindakan yang bermaksud jahat, kecuali untuk
kasus kelalaian dalam menginformasikan cacat tersembunyi pada suatu benda; (2)
sebelum perjanjian tersebut dibuat; (3) dengan niat atau maksud agar pihak lain
menandatangani perjanjian; (4) tindakan yang dilakukan semata-mata hanya dengan
maksud jahat.
Kontrak yang mempunyai unsur penipuan di dalamnya tidak membuat kontrak
tersebut batal demi hukum (null and void) melainkan kontrak tersebut hanya
dapat dibatalkan (voidable). Hal ini berarti selama pihak yang dirugikan tidak
menuntut ke pengadilan yang berwenang maka kontrak tersebut masih tetap sah.
c. Kesesatan atau Kekeliruan (Dwaling),
Dalam hal ini, salah satu pihak atau beberapa pihak memiliki persepsi
yang salah terhadap objek atau subjek yang terdapat dalam perjanjian. Ada 2
(dua) macam kekeliruan, yang pertama yaitu error in persona, yaitu kekeliruan
pada orangnya, contohnya, sebuah perjanjian yang dibuat dengan artis yang
terkenal tetapi kemudian perjanjian tersebut dibuat dengan artis yang tidak
terkenal hanya karena dia mempunyai nama yang sama. Yang kedua adalah error in
substantia yaitu kekeliruan yang berkaitan dengan karakteristik suatu benda,
contohnya seseorang yang membeli lukisan Basuki Abdullah tetapi kemudian
setelah sampai di rumah orang itu baru sadar bahwa lukisan yang dibelinya tadi
adalah lukisan tiruan dari lukisan Basuki Abdullah.
Di dalam kasus yang lain, agar suatu perjanjian dapat dibatalkan, tahu
kurang lebih harus mengetahui bahwa rekannya telah membuat perjanjian atas
dasar kekeliruan dalam hal mengidentifikasi subjek atau orangnya.
d. Penyalahgunaan Keadaan (misbruik van omstandigheiden)
Penyalahgunaan Keadaan (Undue influence) merupakan suatu konsep yang
berasal dari nilai-nilai yang terdapat di pengadilan. Konsep ini sebagai
landasan untuk mengatur transaksi yang berat sebelah yang telah ditentukan
sebelumnya oleh pihak yang dominan kepada pihak yang lemah. Penyalahgunaan
Keadaan ada ketika pihak yang melakukan suatu perbuatan atau membuat perjanjian
dengan cara di bawah paksaan atau pengaruh terror yang ekstrim atau ancaman,
atau paksaan penahanan jangka pendek. Ada pihak yang menyatakan bahwa
Penyalahgunaan Keadaan adalah setiap pemaksaan yang tidak patut atau salah,
akal bulus, atau bujukan dalam keadaan yang mendesak, di mana kehendak
seseorang tersebut memiliki kewenangan yang berlebihan, dan pihak lain
dipengaruhi untuk melakukan perbuatan yang tak ingin dilakukan, atau akan
berbuat sesuatu jika setelahnya dia akan merasa bebas.
Secara umum ada dua macam penyalahgunaan keadaan yaitu: Pertama di mana
seseorang menggunakan posisi psikologis dominannya yang digunakan secara tidak
adil untuk menekan pihak yang lemah supaya mereka menyetujui sebuah perjanjian
di mana sebenarnya mereka tidak ingin menyetujuinya. Kedua, di mana seseorang
menggunakan wewenang kedudukan dan kepercayaannya yang digunakan secara tidak
adil untuk membujuk pihak lain untuk melakukan suatu transaksi.
Menurut doktrin dan yurisprudensi, ternyata perjanjian-perjanjian yang
mengandung cacat seperti itu tetap mengikat para pihak, hanya saja, pihak yang merasakan
telah memberikan pernyataan yang mengandung cacat tersebut dapat memintakan
pembatalan perjanjian. Sehubungan dengan ini, 1321 KUHPerdata menyatakan bahwa
jika di dalam suatu perjanjian terdapat kekhilafan, paksaan atau penipuan, maka
berarti di dalam perjanjian itu terdapat cacat pada kesepakatan antar para
pihak dan karenanya perjanjian itu dapat dibatalkan.
Persyaratan adanya kata sepakat dalam perjanjian tersebut di dalam sistem hukum Common Law dikenal dengan istilah agreement atau assent. Section 23 American Restatement (second) menyatakan bahwa hal yang penting dalam suatu transaksi adalah bahwa masing-masing pihak menyatakan persetujuannya sesuai dengan pernyataan pihak lawannya.
Persyaratan adanya kata sepakat dalam perjanjian tersebut di dalam sistem hukum Common Law dikenal dengan istilah agreement atau assent. Section 23 American Restatement (second) menyatakan bahwa hal yang penting dalam suatu transaksi adalah bahwa masing-masing pihak menyatakan persetujuannya sesuai dengan pernyataan pihak lawannya.
2. Kecakapan untuk Membuat perikatan
Pasal 1329 KUHPerdata menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk
membuat perjanjian, kecuali apabila menurut undang-undang dinyatakan tidak
cakap. Kemudian Pasal 1330 menyatakan bahwa ada beberapa orang yang tidak cakap
untuk membuat perjanjian, yakni:
a. Orang yang belum dewasa (persons under 21 years of age)
b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele or conservatorship); dan
c. Perempuan yang sudah menikah
b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele or conservatorship); dan
c. Perempuan yang sudah menikah
Berdasarkan pasal 330 KUHPerdata, seseorang dianggap dewasa jika dia
telah berusia 21 tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi telah menikah. Kemudian
berdasarkan pasal 47 dan Pasal 50 Undang-Undang No 1/1974 menyatakan bahwa
kedewasaan seseorang ditentukan bahwa anak berada di bawah kekuasaan orang tua
atau wali sampai dia berusia 18 tahun.
Berkaitan dengan perempuan yang telah menikah, pasal 31 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 menentukan bahwa masing-masing pihak (suami atau isteri) berhak melakukan perbuatan hukum
Berkaitan dengan perempuan yang telah menikah, pasal 31 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 menentukan bahwa masing-masing pihak (suami atau isteri) berhak melakukan perbuatan hukum
3. Suatu Hal Tertentu
Syarat sahnya perjanjian yang ketiga adalah adanya suatu hal tertentu
(een bepaald onderwerp), suatu hal tertentu adalah hal bisa ditentukan jenisnya
(determinable). Pasal 1333 KUHPerdata menentukan bahwa suatu perjanjian harus
mempunyai pokok suatu benda (zaak)yang paling sedikit dapat ditentukan
jenisnya. Suatu perjanjian harus memiliki objek tertentu dan suatu perjanjian
haruslah mengenai suatu hal tertentu (certainty of terms), berarti bahwa apa
yang diperjanjikan, yakni hak dan kewajiban kedua belah pihak. Barang yang
dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit dapat ditentukan jenisnya
(determinable).
Istilah barang yang dimaksud di sini yang dalam bahasa Belanda disebut
sebagai zaak. Zaak dalam bahasa Belanda tidak hanya berarti barang dalam arti
sempit, tetapi juga berarti yang lebih luas lagi, yakni pokok persoalan. Oleh karena
itu, objek perjanjian itu tidak hanya berupa benda,tetapi juga bisa berupa jasa.
Secara umum, suatu hal tertentu dalam kontrak dapat berupa hak, jasa,
benda atau sesuatu, baik yang sudah ada ataupun belum ada, asalkan dapat
ditentukan jenisnya (determinable). Perjanjian untuk menjual sebuah lukisan
yang belum dilukis adalah sah. Akan tetapi, suatu kontrak dapat menjadi batal
ketika batas waktu suatu kontrak telah habis dan kontrak tersebut belum terpenuhi.
J. Satrio menyimpulkan bahwa apa yang dimaksud dengan suatu hal
tertentu dalam perjanjian adalah objek prestasi (performance). Isi prestasi
tersebut harus tertentu atau paling sedikit dapat ditentukan jenisnya (determinable).
KUHPerdata menentukan bahwa barang yang dimaksud tidak harus disebutkan,
asalkan nanti dapat dihitung atau ditentukan. Sebagai contohnya perjanjian
untuk ‘panen tembakau dari suatu ladang dalam tahun berikutnya’ adalah sah.
American Restatement Contract (second) section 33 menyatakan bahwa
pokok perjanjian (term) menyatakan bahwa walaupun suatu pernyataan dimaksudkan
untuk dianggap sebagai penawaran, hal ini belum dapat diterima langsung menjadi
perjanjian, bila pokok perjanjian itu tidak tentu.
Black Law Dictionary mendefinisikan term sebagai persyartan, kewajiban,
hak, harga, dan lain-lain yang ditetapkan dalam perjanjian dan dokumen.
American Restatement Contract (second) Section 33 Sub 2 menjelaskan bahwa bila
pokok perjanjian itu mencakup dasar untuk menyatakan adanya wan prestasi dan
untuk memberikan ganti rugi yang layak.
4. Kuasa Hukum yang Halal
Syarat sahnya perjanjian yang keempat adalah adanya kuasa hukum yang
halal. Jika objek dalam perjanjian itu illegal, atau bertentangan dengan
kesusilaan atau ketertiban umum, maka perjanjian tersebut menjadi batal.
Sebagai contohnya, perjanjian untuk membunuh seseorang mempunyai objek tujuan yang illegal, maka kontrak ini tidak sah.
Menurut Pasal 1335 Jo 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu kuasa
dinyatakan terlarang jika bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan
ketertiban umum.
Suatu kuasa dinyatakan bertentangan dengan undang-undang, jika kuasa di dalam perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Untuk menentukan apakah suatu kuasa perjanjian bertentangan dengan kesusilaan (geode zeden) bukanlah hal yang mudah, karena istilah kesusilaan tersebut sangat abstrak, yang isinya bisa berbeda-beda antara daerah yang satu dan daerah yang lainnya atau antara kelompok masyarakat yang satu dan lainnya. Selain itu penilaian orang terhadap kesusilaan dapat pula berubah-ubah sesuai dengan perkembangan jaman.
Suatu kuasa dinyatakan bertentangan dengan undang-undang, jika kuasa di dalam perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Untuk menentukan apakah suatu kuasa perjanjian bertentangan dengan kesusilaan (geode zeden) bukanlah hal yang mudah, karena istilah kesusilaan tersebut sangat abstrak, yang isinya bisa berbeda-beda antara daerah yang satu dan daerah yang lainnya atau antara kelompok masyarakat yang satu dan lainnya. Selain itu penilaian orang terhadap kesusilaan dapat pula berubah-ubah sesuai dengan perkembangan jaman.
Kuasa hukum dalam perjanjian yang terlarang jika
bertentangan dengan ketertiban umum. J. Satrio memaknai ketertiban umum sebagai
hal-hal yang berkaitan dengan masalah kepentingan umum, keamanan negara,
keresahan dalam masyarakat dan juga keresahan dalam masalah ketatanegaraan. Di
dalam konteks Hukum Perdata internasional (HPI), ketertiban umum dapat dimaknai sebagai sendi-sendi atau asas-asas hukum suatu negara.
Kuasa hukum yang halal di dalam sistem Common Law dikenal dengan
istilah legality yang dikaitkan dengan public policy. Suatu kontrak dapat
menjadi tidak (illegal) jika bertentangan dengan public policy. Walaupun,
sampai sekarang belum ada definisi public policy yang diterima secara luas,
pengadilan memutuskan bahwa suatu kontrak bertentangan dengan public policy
jika berdampak negatif pada masyarakat atau mengganggu keamanan dan
kesejahteraan masyarakat (public’s safety and welfare)
Syarat sahnya kontrak di atas berkenaan baik mengenai subjek maupun
objek perjanjian. Persyaratan yang pertama dan kedua berkenaan dengan subjek
perjanjian dan pembatalan untuk kedua syarat tersebut adalah dapat dibatalkan
(voidable). Sedangkan persyaratan ketiga dan keempat berkenaan dengan objek
perjanjian dan pembatalan untuk kedua syarat tersebut di atas adalah batal demi hukum (null and void).
Dapat dibatalkan (voidable) berarti bahwa selama perjanjian tersebut
belum diajukan pembatalannya ke pengadilan yang berwenang maka perjanjian
tersebut masih tetap sah, sedangkan batal demi hukum (null and void) berarti
bahwa perjanjian sejak pertama kali dibuat telah tidak sah.
Kebebasan Berkontrak dan Masalahnya
Asas
Kebebasan Berkontrak ;
Yang dimaksud dengan kebebasan
berkontrak adalah adanya kebebasan seluas-luasnya yang oleh Undangundang diberikan
pada masyarakat untuk mengadakan perjanjian tentang apa saja, asalkan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan ketertiban
umum. (Pasal 1338 Jo 1337 KUH Perdata). asas kebebasan berkontrak mengandung
makna adanya 4 (empat) macam kebebasan yaitu 56 :
1.
Kebebasan bagi para
pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian ; Kebebasan ini mengandung
pengertian bahwa kita bebas untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, tidak
ada paksaan bagi kita untuk membuat atau tidak membuat perjanjian. Dikatakan
tidak ada paksaan, apabila pihak yang membuat perjanjian tidak berada di bawah ancaman,
baik dengan kekerasan jasmani maupun upaya yang bersifat menakut-nakuti,
misalnya akan membuka rahasia atau merusak hartanya, sehingga dengan demikian
yang bersangkutan terpaksa menyetujui perjanjian tersebut (Pasal 1324 KUH
Perdata)
2.
Kebebasan untuk
menentukan dengan siap para pihak akan mengadakan perjanjian ; KUH Perdata
maupun ketentuan perundang-undangan lainya tidak melarang bagi seseorang untuk
membuat perjanjian dengan pihak manapun juga yang di kehendakinya.
Undang-undang (KUH Perdata) hanya menetukan bahwa orang-orang tertentu tidak
cakap 56 Ibid. Puwahid Patrik. Hal-67. untuk membuat perjanjian sebagaimana di
atur dalam Pasal 1330 KUH Perdata. Oleh karena itu, kita bebas untuk menentukan
dengan siapa kita akan mengadakan perjanjian.
3.
Kebebasan bagi para
pihak untuk menentukan perjanjian dengan bentuk tertentu atau tidak ;Pada
umumnya perjanjian terikat pada suatu bentuk tertentu. Dalam kehidupan
sehari-hari, perjanjian di buat dengan dua (2) bentuk, yaitu ; Perjanjian
secara tertulis dan perjanjian secara lesan. Kedua bentuk tersebut sama
kekuatanya dalam arti bahwa bentuk perjanjian tersebut sama kedudukanya untuk
dapat di laksanakan oleh para pihak. Namun, secara yuridis untuk perjanjian tertulis
dapat dengan mudah di jadikan sebagai alat bukti apabila sampai terjadi
persengketaan. Sedangkan perjanjian secara lesan akan lebih sulit pembuktianya apabila
terjadi persengketaan karena di samping harus dapat menunjukan saksi-saksi,
juga harus dibuktikan dengan adanya itikad baik dari pihak-pihak yang terlibat dalam
perjanjian. Apabila salah satu pihak mempunyai itikad tidak baik (misalnya
mengingkari kesepakatan), Mariam Darus Badrulzaman, “Kompilasi Hukum
Perikatan”, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. 2001. Hal-65. maka hal ini
akan menyulitkan pihak lain dalam membuktikan keabsahan perjanjian yang di
maksud.
Menurut
Mariam Darus Badrulzaman, untuk beberapa perjanjian tertentu Undang-undang
menentukan adanya suatu bentuk tertentu (tertulis). Apabila bentuk tertentu itu
tidak di ikuti, maka perjanjian menjadi tidak sah. Dengan demikian, perjanjian
secara tertulis tidaklah hanya semata-mata merupakan alat pembuktian saja,
tetapi merupakan syarat untuk adanya (bestaanwaarde). Mengenai
perjanjian tersebut Mariam Darus Badrulzaman mencontohkan pada perjanjian untuk
mendirikan Perseroan Terbatas yang harus dengan akta Notaris (Pasal 38 Kitab
Undang-undang Hukum Dagang).
4.
Kebebasan bagi para
pihak untuk menentukan isi, berlaku dan syarat-syarat perjanjian; Secara
yuridis, eksistensi perjanjian baku masih dipertanyakan karena masih ada yang
setuju dengan adanya perjanjian tersebut, tetapi juga ada sarjana yang menolak
perjanjian jenis tersebut. Menurut Stein dalam Hasanudin Rahman, bahwa dasar
berlakunya perjanjian baku (standar) ini adalah berdasarkan fiksi, adanya Ibid.
hal-57 kemauan dan kepercayaan (fictie van will en vertrouwen) yang
membangkitkan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian
itu. Jika dia menerima perjanjian itu, berarti dia secara sukarela setuju pada
isi perjanjian itu.
STRUKTUR DAN ANATOMI KONTRAK
Salah
satu unsur yang paling penting dalam merancang kontrak, yaitu si perancang
harus memperhatikan struktur dan anatomi kontrak yang dibuat atau yang akan
dirancang. Struktur kontrak adalah susunan dari kontrak yang akan dibuat atau
dirancang. Adapub anatomi kontrak berkaitan dengan letak dan hubungan antara
bagian-bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.
Para
ahli berbeda pandangan tentang hal-hal apa saja yang menjadi struktur dan
anatomi kontrak. Charles R. Calleros mengemukakan struktur dan anatomi kontrak,
yaitu:
1.
an introduction
identifying the parties to the transaction (identifikasi para pihak yang
mengadakan transaksi)
2.
a section describing
the rights and obligations of the parties (deskripsi tentang hak dan kewajiban
para pihak
3.
signature lines showing
the parties’ agreement to the terms of contract (tanda tangan para pihak yang
mengadakan kontrak)
4.
statement of recital,
which describes the background of the transaction and the parties’ reason for
entering into the contract (recital), yaitu latar belakang dibuatnya kontrak
5.
glossary of defined
terms, yaitu definisi atau pengertian
6.
section of
miscellaneous provisions addressing such topics as termination of the contract
on the other transaction, yaitu syarat-syarat penghentian/berakhirnya kontrak
pada transaksi lainnya. (Charles R. Callerous. Tt: 440)
Scott J. Burnham, mengemukakan bahwa setiap
kontrak dibangun dengan kerangka sebagai berikut:
1.
decription of
instrument (bagian pembuka)
2.
caption (identitas para
pihak)
3.
transition
(transisi/peralihan)
4.
recital (latar
belakang)
5.
definition ( definisi)
6.
operative language
(klausul transaksi)
7.
closing (penutup).
(Scott J. Burnham, tt: 175)
Ray wijaya mengemukakan bahwa ada tujuh anatomi kontrak/akta, yaitu:
1.
judul (heading)
2.
pembukaan
3.
komparisi
4.
premis (recital)
5.
isi perjanjian
6.
penutup
(clocure/closing)
7.
tanda tangan
(attestation)
Sutarno juga mengemukakan struktur dan anatomi kontrak, khususnya
perjanjian kredit, yaitu:
1.
judul
2.
kepala
3.
komparisi
4.
konsiderans atau
pertimbangan
5.
definisi
6.
isi pokok (substansi
perjanjian
7.
bagian penutup
Hikmahanto Juwana mengemukakan bahwa ada tiga
bagian utama dari kontrak, khususnya kontrak bisnis, yaitu (1) bagian
pendahuluan, (2) isi, (3) penutup.
Bagian pendahuluan dibagi menjadi tiga subbagian, sebagai berikut:
1.
subbagian pembuka (description of the instrument).
Subbagian ini memuat tiga hal berikut, yaitu:
a. sebutan
atau nama kontrak dan penyebutan selanjutnya (penyingkatan) yang dilakukan
b.
tanggal dari kontrak
yang dibuat dan ditandatangani
c.
tempat dibuat dan
ditandatanginya kontrak
2.
subbagian pencantuman identitas para pihak.
Dalam subbagian ini dicantumkan identitas para pihak yang mengikatkan diri
dalam kontrak dan siapa-siapa yang menandatangani kontrak tersebut. Ada tiga
hal yang perlu diperhatikan tentang identitas para pihak, yaitu:
a.
para pihak harus
disebutkan secara jelas
b.
orang yang
menandatangani harus disebutkan kapasitasnya sebagai apa
c.
pendefinisian
pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak
3.
subbagian penjelasan. Pada
subbagian ini diberikan alasan/penjelasan mengapa para pihak mengadakan kontrak
(sering disebut bagian premis, witnesseth, whereby, recital, menerangkan lebih
dahulu, dan lain-lain).
Ada empat hal yang tercantum dalam bagian isi, sebagai berikut:
1.
klausul definisi (definition)
Dalam
klausul ini biasanya mencantumkan berbagai definisi untuk keperluan kontrak.
Definisi ini hanya berlaku pada kontrak tersebut dan dapat mempunyai arti
khusus dari pengertian umum. Klausul definisi pentig dalam rangka
mengefisienkan klausul-klausul selanjutnya karena tidak perlu diadakan
pengulangan.
2. klausul transaksi
(operative language)
Adalah
klausul-klausul yang berisi tentang transaksi yang akan dilakukan. Misalnya,
dalam jual beli aset, harus diatur tentang objek yang akan dibeli dan
pembayarannya. Demikian pula dengan suatu kontrak patungan, perlu diatur
tentang kesepakatan para pihak dalam kontrak tersebut.
3. klausul spesifik
Mengatur
hal-hal yang spesifik dalam suatu transaksi. Artinya klausul tersebut tidak
terdapat dalam kontrak dengan transaksi yang berbeda.
4. klausul ketentuan umum
adalah
klausul yang sering kali dijumpai dalam berbagai kontrak dagang maupun kontrak
lainnya. Klausula ini antara lain mengatur tentang domisili hukum, penyelesaian
sengketa, pilihan hukum, pemberitahuan, keseluruhan dari perjanjian, dan
lain-lain.
Ada dua hal yang tercantum pada bagian penutup, yaitu:
1. subbagian
kata penutup (closing). Kata penutup biasanya menerangkan bahwa perjanjian
tersebut dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang memiliki kapasitas
untuk itu atau para pihak menyatakan ulang bahwa mereka akan terikat dengan isi
kontrak.
2. subbagian
ruang penempatan tanda tangan adalah tempat pihak-pihak menandatangani
perjanjian atau kontrak dengan menyebutkan nama pihak yang terlibat dalam
kontrak, nama jelas orang yang menandatangani dan jabatan dari orang yang
menandatangani.
Berdasarkan
hasil analisis terhadap berbagai kontrak yang berdimensi nasional, maka kita
dapat memilah struktur kontrak menjadi 12 (dua belas) hal pokok. Kedua belas
hal itu meliputi:
1.
judul kontrak
2.
pembukaan kontrak
3.
komparisi
4.
resital (konsiderans
atau pertimbangan)
5.
definisi
6.
pengaturan hak dan
kewajiban (substansi kontrak)
7.
domisili
8.
keadaan memaksa (force
majeure)
9.
kelalaian dan
pengakhiran kontrak
10.
pola penyelesaian kontrak
11.
pola penyelesaian
sengketa
12.
penutup
13.
tanda tangan
Penyelesaian Sengketa
Dalam Kontrak
Pada
umumnya setiap kontrak (perjanjian) yang dibuat para pihak harus dapat
dilaksanakan dengan sukarela atau itikat baik, namun dalam prakteknya
kontrak yang telah dibuat seringkali dilanggar.Adapun pola penyelesaian sengketa
dapat dibagi menjadi dua macamyaitu : Melalui pengadilan dan alternatif
penyelesaian sengketa.Penyelesaian sengketa melalui pengadilan adalah suatu
pola penyelesiaan sengketa yang terjadi antara para pihak yang
diselesaikanoleh pengadilan, putusannya bersifat mengikat.Sedangkan penyelesian sengketa melalui alternatif penyelesaiansengketa adalah
lembaga penyelesian
sengketa atau beda pendapatmelalui
prosedur yang disepakati para pihak. Berdasarkan undang-undang Nomor 30
tahun 1999 tentang arbitrase dan alternative pilihan penyelesaian
sengketa, disebutkan dalam pasal 1 ayat (10) cara penyelesaian sengketa
melalui alternatif penyelesaian sengketa dibagimenjadi lima cara yaitu
: a. konsultasi, b. negosiasi,
c. mediasi,d.
konsiliasi, e. pemberian pendapat hukum.
Pada
umumnya penyelesaian sengketa diatur secara tegas dalamkontrak, para pihak
dapat memilih melalui pengadilan atau di luar pengadilan
BANI dan
Konvensi Internasional
BANI merupakan singkatan kata
dari Badan Arbitrase Nasional Indonesia. Pada mulanya BANI didirikan atas
prakarsa dari para pengusaha (KADIN), yang bertujuan untuk memberikan
penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa perdata mengenai soal
perdagangan, industri dan keuangan, baik yang bersifat nasional maupun internasional.
Selain berwenang untuk menyelesaikan sengketa-sengketa perdata, BANI juga
berwenang untuk memberikan suatu pendapat yang mengikat (binding opinion) tanpa adanya suatu
sengketa, kalau diminta oleh para pihak dalam perjanjian. Putusan BANI
merupakan suatu keputusan yang mengikat yang wajib ditaati oleh para pihak.
Mengenai hal klausula arbitrase, umumnya BANI
menyarankan kepada para pihak yang ingin menggunakan arbitrase BANI agar
mencantumkan dalam perjanjian mereka klausula standar sebagai berikut: semua sengketa yang timbul dari perjanjian
ini akan diselesaikan dalam tingkat pertama dan terakhir menurut peraturan
prosedur BANI oleh arbiter yang ditunjuk menurut peraturan tersebut.
Jika dalam klausa perjanjian yang telah dibuat
ditentukan oleh atau diselesaikan oleh arbitrase menurut peraturan BANI, maka
aturannya adalah sebagai berikut:
1.
Pendaftaran ke BANI
Dengan
membuat surat permohonan yang berisi nama lengkap, tempat tinggal kedua pihak,
uraian singkat tentang duduknya perkara, apa yang dituntut.
2.
Pemeriksaan sengketa menurut
ketentuan BANI
Ketua BANI
menyampaikan salinan surat permohonan kepada si termohon, disertai perintah
untuk menanggapi permohonan tersebut dan memberikan jawaban secara tertulis
dalam waktu 30 hari.
3.
Penyerahan jawaban termohon kepada
pemohon dan memerintahkan kedua belah pihak menghadap di sidang arbitrase.
4.
Bila kedua belah pihak datang,
majelis mengusahakan perdamaian.
Putusan Arbitrase Asing
Yang dimaksud dengan putusan arbitrase adalah putusan yang dijatuhkan oleh
suatu badan arbitrase ataupun arbiter perorangan di luar wilayah Republik hukum
Indonesia, ataupun arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik
Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase asing, yang berkekuatan
hukum tetap sesuai dengan Keppres No. 34 thn 1981 lembaran Negara Tahun 1981
No. 40 tanggal 5 Agustus 1981 (pasal 2 Perma 1 tahun 1990).
Lebih ditegaskan lagi bahwa putusan arbitrase asing dapat dilaksanakan di
Indonesia, bila memenuhi syarat seperti disebutkan dalam pasal 3 Perma 1 tahun
1990, yaitu sebagai berikut :
1.
Putusan dijatuhkan oleh suatu badan
arbitrase ataupun arbiter perorangan di suatu negara yang dengan negara
Indonesia ataupun bersama-sama dengan negara Indonesia terikat dalam suatu
konvensi internasional perihal pengakuan serta pelaksanaan putusan arbitrase
asing.
2.
Putusan tersebut terbatas pada
ketentuan hukum Indonesia yang termasuk dalam ruang lingkup hukum dagang.
3.
Putusan tersebut tidak bertentangan
dengan ketertiban umum
Putusan
tersebut dapat dilaksanakan setelah memperoleh exequatur dari Mahkamah Agung.
Daftar Pustaka
http
:// www.nakertrans.go.id/berita
− Hasanuddin
Rachman, “Mengkaji Undang – Undang No. 13 tahun
2003
dalam pelaksanan outsourcing guna menciptakan kemitraan
yang
saling mendukung”, Prees Release, APINDO.
http://nisa8804.wordpress.com/2009/06/23/penyusunan-struktur-dan-anatomi-kontrak/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar